Breaking News
Loading...
Minggu, 31 Maret 2013

Info Post


Sendratari, sebuah kata yang mulai jarang terdengar di telinga, tidak hanya sekadar pergelaran yang menceritakan sejarah dan legenda. Masalah terkini pun bisa jadi tema menarik dan layak disendratarikan. Seperti yang dilakukan seniman-seniman dalam pementasan Sendratari Kontemporer Zero Zone di pelataran Candi Wringin Lawang, Mojokerto, Kamis (16/6) malam lalu.

ANGIN dingin di musim kemarau Kamis (16/6) malam itu sampai menembus jaket parasit yang kupakai. Terlebih di lokasi terbuka di sisi kanan pelataran Candi Wringin Lawang, Jatipasar, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, seakan embusan angin tanpa halangan, menerpa kain-kain tebal maupun tipis, menembus kulit ari-ari sampai terasa di tulang.

Tapi rasa penasaran mengalahkan hawa dingin itu. Penasaran yang membuatku bertahan menanti sebuah pementasan seni yang jarang-jarang ada, Sendratari Zero Zone. Sebuah pementasan yang tentu kalah pamornya dengan pertunjukan dangdut koplo misalnya, atau konser anak-anak band.

Paduan seni drama dan tari ini rangkaian acara Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2011. Penyelenggaranya, tentu saja seniman-seniman kawakan setempat, yang tergabung dalam Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto.

Hentakan suara gamelan pembuka acara membuyarkan lamunanku, yang sebelumnya diliputi rasa penasaran, apa sih yang akan ditampilkan seniman Mojokerto malam ini. Saat itu, penunjuk waktu di ponselku di posisi 20.30. Sedikit aku beringsut lebih ke depan mendekati arena sendratari, duduk jongkok agar tidak menghalangi pandangan warga Jatipasar yang juga melihat pentas seni sambil lesehan.

Sesaat kemudian, arena sendratari yang kelewat sederhana pun menjadi gelap. Layaknya sebuah pertunjukan wayang kulit, acara ini dibuka dengan munculnya gambar gunungan yang divisualkan di bentangan kain putih di latar belakang arena. Singkat cerita, setelah itu belasan seniman Mojokerto saling susul menampilkan aksi kesenimanannya. Seperti aksi baca puisi, baik solo maupun duet, dan gerak tari.

Lalu, apa pesan dari pementasan ini? Ki Sutradara, Bagus Mahayasa mengurai makna pentas Sendratari Zero Zone. Intinya, mereka ingin mengajak masyarakat kembali ke titik nol, ketika sudah tidak lagi menemukan solusi atas masalah carut marutnya republik ini.

"Tadi ada yang mementaskan Ibu Pertiwi. Digambarkan, Ibu Pertiwi menangis, melihat carut-marut di negeri ini. Menangis, karena kerusakan yang ditimbulkan anak-anaknya sendiri. Kondisi ini pun makin parah, ketika kerusakan itu melahirkan kerusakan-kerusakan lain," urai Bagus.

Gejolak yang terjadi di Indonesia, jelasnya, juga digambarkan empat penari yang membawa bendera warna hitam, kuning, merah dan putih. Empat warna tersebut, ungkap Bagus, melambangkan empat nafsu manusia, yang bergejolak di bumi pertiwi, yakni aluamah (membunuh), supiyah (duniawi), amarah (marah) dan mutmainah (ibadah).

"Gambaran itulah yang coba kami tangkap, dan divisualkan dalam Sendratari Zero Zone malam ini," ujarnya.

Produser sekaligus penyusun naskah, Djito Akar Mojo menambahkan, dalam menghadapi carut marutnya kondisi bangsa dan negara, ada cara gampang yang belum tentu semua orang bisa melakukan. Yakni, "Kita sumeleh saja, atau berserah diri kepada Tuhan. Melalui sendratari ini, mari kita kembali ke titik nol atau zero zone. Sebab, dengan mengosongkan pikiran dari masalah dunia di titik nol, bersikap sumeleh, akan menghasilkan ide-ide yang lebih besar. Inilah cara-cara kami menyikapi situasi di negara ini," jelas Djito.

Kembali ke angan-angan dangkalku, sebelum meninggalkan area zero zone. Masih terbayang aksi mereka, yang menyikapi kondisi bangsa dan negara, dengan gaya khas seniman. Menyulap panggung sandiwara dunia menjadi arena kecil di pelataran Candi Wringin Lawang. Tapi dari arena kecil itu, mereka mengajak kita kembali ke titik nol sebagai asa mendapatkan yang lebih besar.

Sinar penuh bulan purnama terlihat masih di ujung Candi Wringin Lawang, ketika aku mulai meninggalkan arena sendratari, sekitar pukul 23.00. Sinar yang selalu siap mendampingi jiwa-jiwa terlelap maupun yang terjaga di malam hari. (pri)

0 komentar:

Posting Komentar